Assalaamualaikum dan salam hormat.
Tulisan ini asalnya dipetik@adopsi dari Tulisan Bintang Asy-Syura, melalui blognya http://bin99.wordpress.com…Ia adalah satu tulisan yang sangat bagus, yang menjelaskan mengapa ALLah Taala menyatakan ZatNya dengan kalimah Kami.
Memang penggunaan kalimah Kami ini dijadikan hujah oleh misionari dan zending Kristen untuk meragu-ragukan keimanan umat Islam yang jahil tentang bahasa al-Quran. Maka mereka mengatakan tidak ada bezanya Tuhan Islam dan Tuhan Kristen. Maka dihasutnya orang Islam itu supaya murtad.
Maka penjelasan dari Bintang Asy-Syura ini pastinya dapat merungkai persoalan ini…Semoga ALLah Taala memeberikan RedhoNya kepada Bintang Asy-Syura atas usahanya menyusun tulisan ini…Dan penulis hanya menambah atau merubah beberapa kalimah untuk memudahkan pengertian bahasanya sahaja.
____________________
Penggunaan kata “KAMI” Dalam Al-Qur’an
Oleh Bintang Asy-Syura
Seringkali, orang kafir mencoba mengganggu iman kita dengan bertanya, mengapa Qur’an banyak menggunakan kata KAMI untuk ALLAH? Bukankah kami itu banyak? Itu berarti Qur’an pun mengakui “Tuhan” bapa, “Tuhan” anak & “Tuhan” roh!
Terkadang umat Islam sering tidak dapat menajwab pertanyaan ini. Pertanyaan boleh sahaja bermula dari tidak tahu, namun banyak pula para kufar yg berusaha untuk membodohi umat Islam yang tidak memahami dengan bahasa arab. Pertanyaan seperti ini sering dijadikan senjata melawan umat Islam, mengelirukan, menggoncangkan iman dengan mengatakan Tuhan Islam sama sahaja dengan Tuhan mereka dan seterusnya memurtadkan umat Islam.
Sebenarnya penggunaan kata KAMI ini terbahagi kepada beberapa konteks…
Konteks Penggunaan Pertama
Yang utama harus diingat ialah, Bahasa Arab adalah bahasa yang paling sukar didunia (dan bahasa paling sukar kedua adalah Bahasa China dan ada yang mengatakan bahasa Sanskrit).
Hal ini disebabkan dalam satu perkataan, bahasa arab bisa memiliki banyak makna. kandungan seni serta balaghah dan fashohahnya
Contohnya jantina@gender, dalam suatu daerah bisa bermakna lelaki, tapi dalam daerah lain bisa bermakna perempuan.
Dalam tata bahasa Arab, ada kata ganti pertama singular (ana), dan ada kata ganti pertama plural (nahnu). Ia sama dengan tata bahasa lainnya…Akan tetapi dalam bahasa Arab, kata ganti pertama plural dapat dan sering, difungsikan sebagai singular. Dalam gramer (nahu@saraf) Arab hal ini disebut “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” , kata ganti pertama yang mengagungkan dirinya sendiri. Ini kerana dhamir ‘NAHNU’ ialah dalam bentuk jamak yang berarti kita atau kami tetapi dalam ilmu NAHU, maknanya tak cuma kami, tapi aku, saya dan lainnya.
Permasalahannya terjadi setelah al-Quran yang berbahasa Arab, dengan kekhususan gramer@nahunya diterjemahkan ke dalam bahasa lain termasuk Indonesia, yang tak mengenal “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” tersebut. Akan tetapi, setelah mengetahui perbedaan gramer ini, masalah kejanggalan ini segera dapat dimengerti dan dimaklumi.
Bagaimana mungkin aqidah Islam yang sangat logis dan kuat itu mau ditumbangkan cuma dengan bekal logika bahasa yang setengah-setengah. Ertinya jika memang “KAMI” dalam Qur’an diartikan sebagai lebih dari 1, lalu mengapa orang arab yg jauh lagi faham akan bahasa arab tidak menyembah lebih dari 1 ALLAH? Seharusnya merekalah terlebig dahulu meninggalkan Islam dan al-Quran. Namun ini tidak berlaku kerana mereka memang mengetahui istilah KAMI ini adalah hanya perbezaan “al-Mutakallim al-Mu’adzdzim li Nafsih-i” ini…Ya memang al-Quran itu bahasa mereka sendiri.
Dalam ilmu bahasa arab, penggunaan banyak istilah dan kata itu tidak selalu bermakna zahir dan apa adanya. Sedangkan Al-Quran adalah kitab yang penuh dengan muatan nilai sastra tingkat tinggi, memiliki kiasan mendalam.
Selain kata ‘Nahnu”, ada juga kata ‘antum’ yang sering digunakan untuk menyapa lawan bicara meski hanya satu orang. Padahal makna `antum` adalah kalian (jamak). Secara rasa bahasa, bila kita menyapa lawan bicara kita dengan panggilan ‘antum’, maka ada kesan sopan dan ramah serta penghormatan ketimbang menggunakan sapaan ‘anta’.
Kata ‘Nahnu` tidak selalu bermakna banyak, tetapi menunjukkan keagungan Allah SWT. Ini dipelajari dalam ilmu balaghah. Contoh: Dalam bahasa kita ada juga penggunaan kata “Kami” tapi bermakna tunggal. Misalnya seorang Kepala Sekolah dalam pidato sambutan berkata,”Kami sebagai kepala sekolah berpesan . . . “ padahal Kepala Sekolah hanya dia sendiri dan tidak banyak, tapi dia bilang “Kami”. Lalu apakah kalimat itu bermakna bahwa Kepala Sekolah sebenarnya ada banyak, atau hanya satu ?
Kata “kami” dalam hal ini digunakan sebagai sebuah rasa bahasa dengan tujuan nilai kesopanan. Tapi rasa bahasa ini mungkin tidak bisa diserap@dihayati oleh orang asing yang tidak mengerti rasa bahasa. Atau mungkin juga karena di barat tidak lazim digunakan kata-kata seperti itu.
Kalau umat kristian tidak bisa faham rasa bahasa ini, harap maklum saja, karena alkitab bible mereka memang telah kehilangan rasa bahasa. Bahkan bukan hanya kehilangan rasa bahasa, tapi juga kehilangan kesucian sebuah kitab suci. Bahkan bahasa asal Ibrani sendiri tidak dikenal oleh majority umat Kristen itu sendiri. Seperti yg sudah diketahui banyak orang, alkitab Kristiani merupakan terjemahan dari terjemahan, yang telah diterjemahkan dari terjemahan sebelumnya. Ada sekian ribu versi bible yang antara satu dan lainnya bukan saja tidak sama tapi juga bertolak belakang. Jadi wajar bila alkitab christian mereka itu tidak punya balaghoh, logika, rasa dan gaya bahasa. Dia adalah tulisan karya manusia yang kering dari nilai ilmiah.
Di dalam Al-Quran ada penggunaan yang kalau kita pahami secara harfiyah akan berbeda dengan kenyataannya. Misalnya penggunaan kata ‘ummat’. Biasanya kita memahami bahwa makna ummat adalah kumpulan dari orang-orang. Minimal menunjukkan sesuatu yang banyak. Namun Al-Quran ketika menyebut Nabi Ibrahim yang saat itu hanya sendiri saja, tetap disebut dengan ummat. “Sesungguhnya Ibrahim adalah “UMMATAN” yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif . Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan” (An-Nahl 16: 120)
Konteks Penggunaan Kedua.
Kata “Kami” bermakna bahwa dalam mengerjakan tindakan tersebut, Allah melibatkan unsur-unsur makhluk (selain diri-Nya sendiri):
1) Dalam kasus nuzulnya al-Qur’an, makhluk-makhluk yang terlibat dalam pewahyuan dan dinyatakan adalah malaikat, terutama Jibril;
2) Nabi sendiri 3)
3) Para pencatat/penulis wahyu
4) 4) Para huffadz (penghafal) dll.
Coba perhatikan baik-baik, kebanyakan ayat-ayat yang bercerita tentang turunnya al-Qur’an dalam format kalimat aktif, Allah cenderung menggunakan kata Kami…
Contohnya Firman ALLah Taala bermaksud “Sesungguhnya Kami telah turunkan al-Zikr [Al-Qur'an] dan Kami yang menjaganya” (al-Hijr 15: 9)
Contoh lain, coba lihat ayat-ayat tentang mencari rezki. Dalam ayat-ayat tersebut. Allah sering menggunakan kata Kami; artinya, rezki harus diusahakan oleh manusia itu sendiri, walaupun kita juga yakin bahwa rezki sudah ditentukan oleh Allah.
Konteks Penggunaan Ketiga.
Ayat yang menggunakan kata Kami biasanya menceritakan sebuah peristiwa besar yang berada di luar kemampuan jangkauan nalar manusia, seperti penciptaan Adam, penciptaan bumi, dan langit. Di sini, selain peristiwa itu sendiri yang nilai besar, Allah sendiri mengukuhkan pernyataan untuk memberi kesan “Kemahaan-Nya” kepada manusia, agar manusia dapat menerima dan mengimani segala sesuatu yang berada di luar jangkauan nalar@rasio@akal manusia…
Contohnya “Sesungguhnya KAMI telah menciptakan kamu (Adam), lalu KAMI bentuk tubuhmu, kemudian KAMI katakan kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam. Maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud” (al-A’raf 7:11)
Maka dapat juga diambil kesimpulan, Kalimat AKU adalah untuk menunjukkan Keagungan ALLah Taala dan kalimah KAMI untuk menunjukkan KekuasaanNya.
Maka jika ada orang kufar berani mengganggu iman Islam, maka katakanlah yg HAQ itu HAQ & katakana pula yg BATHIL itu BATHIL. Sampaikanlah dengan hikmah & cara yg baik.
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka…(al-Ankabut 29: 46).
Wassalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar